Kamis, 12 Juni 2014

Merek Kolektif ( Mark Collective )

Nama            :  Cahya Drajat
Kelas             :  2EB02
NPM               :  21212541
Mata Kuliah   :  #Softskill - Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Pengertian Merek

Merek adalah suatu nama, simbol, tanda, desain atau gabungan di antaranya untuk dipakai sebagai identitas suatu perorangan, organisasi atau perusahaan pada barang dan jasa yang dimiliki untuk membedakan dengan produk ataupun jasa lainnya. Dengan adanya merek diharapkan akan memudahkan konsumen dalam menentukan produk yang akan dikonsumsinya berdasarkan berbagai pertimbangan serta menimbulkan kesetiaan terhadap suatu merek yaitu dari pengenalan, pilihan dan kepatuhan pada suatu merek.

Jenis - Jenis Merek 

Jenis-jenis merek dapat dibagi menjadi merek dagang, merek jasa, dan merek kolektif. Berikut ini jenis-jenisnya:
1.      Merek dagang
Merek barang yang diperdagangkan oleh seorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenisnya.
2.      Merek jasa
Merek jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan jasa-jasa sejenisnya.
3.      Merek kolektif
Merek barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan barang, jasa atau hal sejenis lainnya.

Hukum - hukum Atas Hak Merek

Hukum-hukum atas merek ada beberapa macam. Hukum-hukum tersebut dijelaskan dibawah ini:
1.      UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39)
2.      UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
3.      UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
4.      Penjelasan UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

Prasyarat Merek

     Prasyarat merek harus diperhatikan sebelum akan melakukan pendaftaran atas hak merek. Merek harus khas atau unik, harus menggambarkan manfaat produk dan pemakaiannya, harus menggambarkan kualitas produk, harus mudah diucapkan, dikenali, dan diingat, tidak boleh mengandung makna buruk pada budaya tertentu, serta harus dapat menyesuaikan diri dengan produk-produk baru yang mungkin ditambahkan ke dalam produk ini.

Sumber :


Kasus yang Terjadi antara Pasien dan Rumah Sakit

Nama            :  Cahya Drajat
Kelas             :  2EB02
NPM               :  21212541
Mata Kuliah   :  #Softskill - Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Kasus Pasien BPJS

Banyak warga masyarakat yang harus ditolak oleh rumah sakit (RS) akibat belum siapnya proses integrasi jaminan kesehatan di setiap daerah dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan. Baru-baru ini, dua kasus di Jakarta dan Surabaya menjadi sorotan karena kurangnya koordinasi tersebut.
Padahal, pihak pemerintah pusat telah sejak awal memberi peringatan agar pihak rumah sakit maupun dokter tidak menolak pasien selama proses integrasi berlangsung. Namun sayangnya, banyak rumah sakit yang masih bingung dengan data-data dan harus kembali menolak pasien karena kurang data atau persyaratan yang ada.
“Kami sudah sejak awal mengingatkan bahwa jangan ada penolakan pasien oleh pihak rumah sakit. Kalau masalah proses integrasi kan bisa diatasi dengan manual dulu,” ungkap Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti 
Kebijakan ini bukan hanya karena belum selesainya pemindahan data atau kelengkapan yang lain, tapi sejak awal pasien dengan keadaan darurat harus diterima untuk mendapatkan pertolongan.
“Penolakan gawat darurat tidak boleh, tentu jika menolak dalam keadaan emergency ada sanksi. Sanksi tergantung kasusnya,” tegasnya.
Sementara itu, pihak BPJS Kesehatan mengatakan dua kasus yang terjadi di Jakarta dan Surabaya hanya miskomunikasi saja. Pada kasus penolakan pasien di RS Dr Soetomo misalnya, Kepala BPJS Jawa Timur Kisworo mengatakan bahwa pasien ditolak oleh Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah (BPJKD) karena hanya membawa rekomendasi dari dinas sosial saja.
Sementara, lanjut dia, data yang bersangkutan juga tidak ada dalam peserta yang masuk dalam penerima bantuan iuran (PBI) yang ada dalam master file BPJS kesehatan. Sehingga penolakan tersebut harus disayangkan terjadi.
“Bukan BPJS kesehatan yang menolak, namun BPJKD tapi sudah diselesaikan. Pasien telah dipanggil kembali,” tutur Kisworo. Pihaknya juga telah kembali melakukan koordinasi dengan pemerintah Provinsi Jawa Timur beserta Dinas Kesehatan untuk menjelaskan bahwa selama proses integrasi pasien harus tetap dilayani.
Kendati demikian, Kisworo menolak dikatakan bahwa masih banyak pasien yang harus menderita akibat lambatnya proses integrasi ini.
“Kasusnya seberapa banyak” Jika dalam sehari rumah sakit Dr Soetomo misalnya melayani hampir 2.500 pasien dan hanya ada dua kasus kan tidak masuk dalam kategori cukup banyak,” pungkasnya.
Sementara itu, dari pihak BPJS kesehatan pusat masih belum mengambil langkah tegas apa yang akan diambil jika ada hal serupa kembali terjadi. Kepala BPJS kesehatan, Fahmi Idris hanya mengemukakan bahwa pihaknya akan terus melakukan koordinasi dengan pemerintah provinsi agar semua peserta dapat dilayani.
Tanggapan saya mengenai kasus tersebut adalah bahwa seharusnya pemerintah lebih mengawasi pelaksanaan kegiatan BPJS di rumah sakit / puskesmas yang ada di seluruh Indonesia agar setiap masyarakat yang ingin mendapatkan layanan kesehatan dengan menggunakan BPJS tidak mendapat penolakan dari pihak rumah sakit.

Sumber :

1. http://batampos.co.id/06-01-2014/lho-ternyata-banyak-pasien-bpjs-ditolak-rumah-sakit/