NPM : 21212541
Kelas : 3EB02
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia 2
Jurnal ilmiah merupakan
salah satu jenis jurnal akademik di mana penulis mempublikasikan
artikel ilmiah. Untuk memastikan kualitas ilmiah pada artikel yang
diterbitkan, suatu artikel biasa diteliti oleh rekan-rekan sejawatnya
dan direvisi oleh penulis, hal ini dikenal sebagai peer review(penelaahan sejawat).
Contoh Jurnal Ilmiah :
Kelayakan Negara Indonesia Sebagai Negara Agraris
Oleh
Intan Pritasari Andriyani
Jurusan
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang
Abstrak
Negara Indonesia
dikenal sebagai negara agraris sejak dulu karena kekayaan alam dan
keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Semua dunia pun mengakui itu hingga
bangsa-bangsa Eropa berdatangan mencari rempah-rempah untuk kemudian dijual
disana. Namun dewasa ini banyak klaim tentang julukan indonesia sebagai negara
agraris karena terlalu seringnya Negara melakukan impor bahan pangan. Jika
dilihat dari hasil pertanian Indonesia seharusnya Indonesia mampu menghidupi
dan menyediakan bahan pangan yang cukup untuk seluruh rakyatnya tanpa perlu
mengimpor. Namun pada kenyataannya impor besar-besaran pun tetap dilakukan
dengan berbagai alasan, diantaranya produk impor lebih murah dan kualitasnya
lebih baik dibandingkan dengan produk dalam negeri. Seharusnya jika dari
pemerintah hingga rakyatnya mau mencintai dan mau menggunakan produk dalam
negeri mungkin dapat mengurangi kegiatan mengimpor dan mensejahterakan para
rakyatnya khususnya mereka yang menjadi petani.
Kata kunci:
kesejahteraan petani, impor, negara agraris
1.
Pendahuluan
Presiden pertama Indonesia, Ir.Soekarno
pernah mengatakan hidup matinya sebuah negara tergantung pada sektor
pertaniannya(lihat news.detik.com,
2013). Indonesia sejak dulu sudah dikenal sebagai Negara Agraris karena hasil kekayaan dan keanekaragaman
hayatinya. Namun dapatkah julukan itu melekat ketika sebuah negara agraris
harus mengimpor bahan pangan dari negara lain? Sejak dulu juga anak-anak
Indonesia jika ditanya siapakah yang kelak akan menjadi petani tidak ada yang
mengacungkan tangannya. Bagi mereka petani selalu dipandang sebelah mata,
dipandang sebagai pekerjaan yang tidak mulia, pekerjaan yang jauh dari
kesuksesan dan pekerjaan yang kurang populer. Hal ini dapat dibuktikan apabila
seragam anak yang identik dengan warna putih setelah mereka bermain yang
menyebabkan seragam mereka kotor mereka mendapat teguran baik itu dari orang
tua atau guru dengan perkataan “bajunya kok kotor, habis mencakul di sawah ya?
emangnya kalo udah besar mau jadi petani?” Yang lebih mengejutkan lagi ketika
seorang warga perkotaan berhasil menanam padi dalam ember tempat cucian. Ironis
sekali jika warga perkotaan pun dapat menanam padi sedangkan mereka yang tempat
tinggalnya dikampung dekat persawahan seolah enggan untuk menanam padi,
jangankan menanam pergi ke sawahpun sepertinya enggan.
Secara
geografis, semua mengakui Indonesia masih layak disebut negara agraris terbukti
masih mampu menghasilkan bahan pangan. Disamping memiliki tanah yang subur dan
terletak di daerah garis khatulistiwa, tanah Indonesia juga cocok ditanami
berbagai jenis tanaman pangan. Namun kelayakan Negara Indonesia saat ini sedang
dipertanyakan seiring seringnya pemerintah mengadakan impor besar-besaran pada
28 komoditi pangan mulai dari beras hingga ubi pun diimpor. Selain itu Bulog
yang menandatangi impor beras dari 5 negara seperti Vietnam, Myanmar, Thailand,
Kamboja dan India. Seperti yang kita ketahui, kualitas pangan Indonesia jauh
lebih baik dibanding dengan kualitas pangan dari negara eksportir tersebut.
Pertanian Indonesia kalah dengan pertanian di India, ini terbukti bahwa India
mampu menjadi negara eksportir terbesar didunia. Sebetulnya Indonesia pun mampu
demikian namun karena kurangnya perhatian dari pemerintah dan kurangnya
kesejahteraan untuk para petani yang menyebabkan hasil pangan yang kurang. Kualitas
sepertinya mempengaruhi nilai jual suatu barang, jadi banyak ibu-ibu yang
kebingungan ketika akan membeli bahan pangan dengan uang pas-pasan dan nilai
jual yang tinggi sehingga tidak sedikit dari mereka yang mengurungkan niatnya
untuk membeli bahan pangan tersebut. Selain karena harga bahan pangan yang
melambung tinggi, Indonesia juga masih diselimuti masalah tanah hingga mencapai
7491 kasus yang terdiri sengketa hingga indikasi tindak pidana, jika difikir
kembali tidak sepantasnya negara yang mempunyai julukan negara agraris ini
masih terjadi masalah tanah hingga begitu banyaknya(lihat news.detik.com, 2013).
Permasalahan tidak
berhenti sampai disitu, karena Negara yang sepatutnya bisa menyediakan suplay
makanan yang cukup pun sepertinya tidak mampu menyediakan kebutuhan para
rakyatnya ini terbukti masih banyaknya masyarakat yang kekurangan pangan. Selain
itu kedaulatan pangan menjadi PR tersendiri bagi para calon wakil rakyat,
dimana mereka harus mencari strategi agar krisis pangan tidak terjadi lagi di
Indonesia. Tidak hanya bahan pokok seperti beras yang mengalami kelangkaan
tetapi rempah-rempah seperti bawang pun mengalami kelangkaan sehingga para
ibu-ibu pun kelimpungan ketika harga bawang mendadak naik. Masalah tidak berhenti
sampai disitu, ketika harga BBM naik semua harga bahan makanan cenderung naik,
ini mungkin karena harga transportasi distributor yang cenderung naik. Aksi
nyata perlu dilakukan oleh pemerintah dalam mensejahterakan para rakyat
khususnya mereka yang bekerja sebagai petani, menggalakan pembelian produk
dalam negeri dan peran mahasiswa juga diperlukan dalam rangka memberi semangat
para pemuda untuk mencintai hasil olahan tangan sendiri.
2.
Wajah
Indonesiaku Saat ini
Tidak dipungkiri
jika sebagian masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya di sektor pertanian,
meski profesi sebagai petani sering dianggap sebelah mata. Badan Pusat
Statistik (BPS) mencatat sekitar 36,5% (41,20 juta orang) dari 112,80 juta
penduduk menggantungkan hidupnya di sektor pertanian(lihat jetis.org, 2013). Ini menunjukan bahwa pertanian pun ikut andil
dalam mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat
3 menyatakan “Bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai Negara
dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”(Undang-Undang Dasar 1945).
Jika mengacu pada pasal tersebut, apakah terealisasikan, mengingat
kesejahteraan rakyat saat ini pun tidak sesuai pada porsinya. Pemerintah
seperti seenaknya sendiri dalam mengambil keputusan walaupun akhirnya untuk
rakyat. Namun, bukankah negara ini negara demokratis?
Yang
segala apapun oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Jika dibanding dengan
negara asia lain yang sama-sama bergerak dalam bidang pertanian, Indonesia
seharusnya mempunyai kualitas hasil akhir yang jauh lebih baik. Ini dikarena
Indonesia terletak di garis khatulistiwa yang notabenenya mempunyai tanah yang
subur, sehingga segala jenis makanan pokok apapun dapat di tanam di daerah
tropis ini. Dibanding dengan India, seharusnya Indonesia lebih mampu
menyediakan bahan makanan pokok untuk rakyatnya tanpa harus melakukan impor.
Namun pada kenyataanya, India dengan jumlah daerah yang lebih sedikit untuk
pertanian justru malah lebih mampu menyediakan sumber daya untuk rakyatnya.
Sedangkan Pemerintah Jepang, memberikan perlindungan yang luar biasa pada
produksi dalam negeri. Mereka membatasi impor dan memberikan harga yang jauh
lebih mahal dibanding harga produksi lokal. Sebab lain mungkin karena maraknya
pembangunan yang dilakukan secara besar-besaran untuk pusat perbelanjaan atau
tempat rekreasi. Lahan sawah seolah terkikis oleh program pembangunan yang
dilakukan. Lahan sawah di Indonesia saat ini hanya tersisa 7,5juta hektar
(ditambah 9,7juta hektar lahan kering). Ada data yang menyebutkan bahwa laju
konversi lahan sawah mencapai 100 ribu hektar per tahun, dan hanya mampu
diimbangi oleh pemerintah dengan pencetakan 40 ribu hektar sawah baru setiap
tahunnya. Artinya, setiap tahun ada seluas 60 ribu hektar sawah yang lenyap(lihat
news.detik.com, 2013).
Tanpa
usaha serius dari pemerintah, dapat dipastikan, kurang dari 20 tahun ke depan
tak akan ada lagi lahan sawah di negeri ini. Karena derasnya laju konversi
itulah yang memperngaruhi kondisi petani di Indonesia, khususnya perekonomian
mereka, sehingga mereka cenderung melepas hak milik atas lahan garapan.Seharusnya
pemerintah mulai menyadari bahwa pertanian berperan penting dalam negara ini.
Apabila dalam persediaan pangan terjadi masalah akan merambat ke
masalah-masalah lain, seperti kemiskinan dan kelaparan yang masih menghiasi
Indonesia. Mengingat Indonesia dikenal dengan negara agraris tidak sepatutnya
masalah kelaparan terjadi. Alasan lain menyebutkan bahwa kurangnya pengelolaan
kekayaan alam seperti maraknya illegal loging dan penebangan hutan. Sehingga
Indonesia rentan terhadap bencana alamyang pada akhirnya mengakibatkan
kerusakan pada alam, yang sejatinya mampu menyediakan pangan untuk seluruh
rakyat Indonesia. Maraknya korupsi yang dilakukan oleh pemerintah yang
digunakan untuk pembangunan, yang seharusnya dapat digunakan untuk
kesejahteraan rakyat. Pemerintah seharusnya menghentikan pembangunan yang tidak
jelas kegunaannya. Disamping itu juga banyak tumbuhnya pesimisme ditubuh
masyarakat. Seolah masyarakat hanya mengiyakan apa yang sudah menjadi keputusan
pemerintah. Kesadaran pemerintah yang harus diimbangi dengan kesadaran
masyarakat, dengan menjaga dan melestarikan kekayaan alam bersama-sama.
Patutnya
masyarakat Indonesia bangga dengan kekayaan alam yang dihasilkan, bukan hanya
kekayaan hayatinya namun juga kandungan sumber daya alam yang ada didalam perut
bumi, seperti minyak bumi dan gas alam yang mampu menjadi devisa terbesar
bangsa ini. Jika terjadi kenaikan harga minyak dunia, sudah sepantasnya
Indonesia menghadapinya dengan santai, namun ini malah sebaliknya, masyarakat
seperti kelimpungan karena semua harga pun ikut naik. Dengan kata lain
Indonesia masih harus berbenah diri dalam mensejahterakan kehidupan
masyarakatnya.
3.
Kesenjangan
Ekonomi Hingga Impor
Kita patut bangga, karena Indonesia
pernah menuai prestasi dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya lewat
swasembadaya beras yang terjadi pada tahun 1984 dan menjadi negara pengekspor
gula terbesar di dunia. Namun saat ini ada pihak khusus yang merasa rugi dengan
kegiatan impor yang akhir-akhir ini dilakukan yaitu pengusaha penggilingan
padi. Mereka tidak hanya membantu petani menggiling padi, mengubah padi menjadi
beras,namun lebih dari itu, mereka pun dapat menjual dedak atau katul ke pihak
lain seperti para peternak. Sehingga terjadi simbiosis mutualisme antara petani
dan pemilik usaha penggilingan padi. Dengan seperti itulah penggiling padi
mampu mencukupi kebutuhan keluarganya. Namun usaha mereka merosot tajam ketika
buruh tani dan petani tidak menggunakan jasa mereka lagi. Hasil olahan para
petani biasa digunakan untuk membeli kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder
dan sisanya disimpan untuk kebutuhan lain atau ada juga yang meabung padi. Padi
yang tidak digunakan inilah yang nantinya akan digiling menjadi beras untuk
kebutuhan sehari-hari.
Penggiling
padi lokal kini kalah dengan pedagang cina. Pengusaha cina lebih menerapkan
strategi dalam menjalankan usahanya,sehingga hasil yang diharapkan pun
tercapai. Hasil panen dari para petani ini kemudian dijual kepada pengusaha
cina, sehingga petani hanya menjual tanpa harus menggiling terlebih dahulu. Hal
ini memudahkan para petani dan mereka menjual hampir 100% dari hasil panennya.
Ini yang membuat resah para penggiling padi, karena para petani tidak
menggunakan jasa mereka, masih menggunakan tetapi tidak sesering dulu.
Kesenjangan ekonomilah yang mendorong petani langsung menjual kepada pedagang
cina. Para pedagang cina menggunakan caranya sendiri dalam menjual beras atau
padi. Faktor inilah yang mendorong pemerintah melakukan impor untuk bahan
makana pokok, tidak hanya yang untuk dijual dimall atau pusat perbelanjaan lain
tetapi juga pasar tradisional pun menjual produk impor. Harga ternyata
mempengaruhi nilai jual suatu bahan.
Ketika
terjadi krisis Sumber Daya Alam seperti kelangkaan bawang dan bahan pokok
lainnya dan ketika melonjaknya harga seluruh bahan pokok di Indonesia terlebih
saat pemerintah memutuskan untuk menaikan harga BBM. Saat ini sayuran impor
lebih diminati oleh masyarakat karena harganya yang relatif lebih murah
dibanding sayuran lokal. Meskipun kualitasnya berbeda tetapi harga menentukan
larisnya bahan. Tetapi jika masyarakat terus menggunakan produk impor, petani
lokal akan kehilangan haknya. Lama kelamaan produk lokal pun semakin lenyap.
Banyak pedagang yang memperoleh keuntungan dengan mencampurkan produk lokal dan
produk impor sehingga masyarakat tidak bisa membedakan mana yang impor dan mana
yang lokal. Beraspun tidak mau kalah, pihak Bulog telah menandatangi kerjasama
dengan eskportir beras, karena untuk memenuhi cadangan beras bila beras dalam
negeri mulai menipis. Namun, selain beras kedelai dan daging juga diimpor
negara lain (lihat di ekonomi.kompasiana.com,
2013).
4.
Pertanian
dan Politik
Pertanian selalu menjadi isu penting
yang diangkat calon pemimpin negeri. Mereka mengangkat pertanian karena
Indonesia sebagai negara agraris dengan penduduk bermata pencaharian sebagai
petani terbesar didunia. Mereka menggunakan stategi ini untuk mendapat dukungan
dari rakyatnya. Tetapi dengan menerapkan strategi tersebut, bukan menguntungkan
para petani melainkan merugikan petani karena sembako murah maka harga beras
turun menjadi murah sehingga merugikan petani menggandalkan hasil garapan
mereka. Hal ini seolah-olah para petinggi menggunakan petani untuk kepentingan
politik mereka.
Pengalaman impor
pernah terjadi di India, petanii bunuh diri massal karena frustasi oleh kondisi
pangan yang jatuh setelah pemerintah membuat kebijakan impor beras yang
mencekik hasil panen. Jadi bagaimana jika keadaan ini terjadi di Indonesia?
Bulog terlalu menuntut untuk mengadakan impor, keadaan ini sama saja membunuh
petani secara perlahan dengan impor beras. Buktinya produksi padi nasional 2011
menurut BPS sebanyak 65.152.748,33 ton gabah setara dengan 43.394.282 beras,
jika kebutuhan per orang/gram/hari setara 45 gram maka kebutuhan nasional 2011
dengan asusmsi pertumbuhan penduduk 2% maka kebutuhan pangan kita 236, 6 Juta
penduduk maka beras yang dimakan rakyat Indonesia sekitar 38.005.200 ton,
artinya masih sisa sekitar 4,9 juta ton beras(lihat news.detik.com, 2013).
Ketersedian ini belum ditambah dengan makanan
non beras yang dikonsumsi oleh masyarakat lokal. Dari sisi ini kita berani
mengatakan bahwa syarat ketersedian pangan cukup, tidak memerlukan tambahan
pangan yang sejenis seperti beras. Kebijakan impor sejatinya digunakan untuk
kepentingan politik sehingga mengabaikan rakyat kecil yang sebagian besar
adalah petani. Impor beras menguntungkan bagi mereka khususnya mereka yang
tidak mengerti bagaimana keadaan petani sebenarnya. Hal ini cukup membuktikan
bahwa dengan impor beras menjadikan Indonesia melahirkan kemiskinan yang baru.
Dengan
seiringnya penggunaan produk luar negeri dan pengadaan impor bahan makanan,
Menteri yang diganti salah satunya Menteri Pertanian. Negara agraris tidak
sepantasnya merasa kebingungan untuk sektor pertanian yang keadaanya kian
memburuk. Impor beras terjadi secara besar-besaran, petani pun terabaikan.
Seharusnya Menteri Pertanian menyikapi hal ini dengan memperbaiki irigasi,
membereskan distribusi penyaluran pupuk dan memantau baik itu dari petani
maupun hasil olahannya, tetapi Menteri Pertanian ini justru terlibat bahkan
mendukung pengadaan impor. Ini membuktikan bahwa pemerintah lebih memilih
mengimpor bahan pangan ketimbang hasil pertanian rakyatnya sendiri. Perencanaan
untuk meningkatkan pengadaan pangan pada tingkat masyarakat yang tinggal di
daerah pertanian adalah penting, baik untuk pembangunan nasional maupun untuk
kesejahteraan manusia (Harper, Deaton & Driskel, 1986:3)
5.
Peran
Pemerintah dan Mahasiswa
Sejak era reformasi, belum ditemukannya
pemimpin yang berpihak pada petani. Padahal sebenarnya Indonesia memerlukan
sosok pemimpin itu karena sebagai benteng pelindung dalam menghadapi serangan
komoditas pertanian dalam negeri. Jika pemerintah melindungi petani, seharusnya
menghentikan impor bahan pangan karena sejatinya jika impor terus dilakukan
maka yang mendapat keuntungan adalah pengusaha-pengusaha besar. Selain itu
pemerintah juga senantiasa melindungi komoditas pertanian yang dihasilkan
dengan memberi tarif bea masuk yang tinggi untuk komoditas yang diimpor.
Perlunya
kesejahteraan bagi petani seperti mencari subsidi pengadaan benih padi, pupuk
hingga masa panen. Sebetulnya peluang Indonesia untuk mengekspor sangatlah
terbuka, hanya saja dari pemerintahnya yang kurang mendukung. Apabila kualitas
dan kuantitasnya ditingkatkan, Indonesia mampu menjadi negara pengekspor
terbesar didunia. Harus pintar-pintar membaca peluang agar tidak tersaingi oleh
negara lain. Dapat kita lihat sekarang, kesejahteraan para petani sangat
memprihatinkan. Angka kemiskinan terbesar rata-rata disandang oleh petani. Ini
membuktikan bahwa petani tidak memperoleh haknya untuk berdaulat mengatur
Sumber Daya Alam dan tidak memperoleh haknya sebagai petani. Mengingat lahan
sawah yang dari tahun ke tahun semakin berkurang, sebaiknya pemerintah juga
menghentikan pembangunan yang tidak perlu, dan harus mensejahterakan rakyat
khususnya petani agar haknya terpenuhi, lebih mengedepankan pembangunan ekonomi
dan perbaikan infrastruktur pertanian. Untuk membantu petani kecil mengupayakan
sistem pertanian lebih produktif dan berkelanjutan, juga memerlukan strategi
dan teknik yang tepat sehingga petani dapat menyesuaikan pertanian mereka
dengan kondisi yang berubah-ubah (Reijntjes, Haverkort & Waters-Bayer:1999).
Petani juga
layak disebut dengan pahlawan tanpa tanda jasa, karena secara tidak langsung
dengan hasil olahan mereka, mereka mampu menghidupi 250 juta lebih masyarakat
Indonesia.Mensejahterakan petani menjadi prioritas utama bagi pemerintah,
selain itu juga pemerintah diharapkan meningkatkan sektor pertanian dari input,
output, infrastruktur pertanian agar dapat meningkatkan produksi hasil
pertanian, dan pengembangan teknologi baru dengan varietas unggul. Terutama
perbaikan pada irigasi, karena irigasi sangat mendukung usaha tani agribisnis
dan agrobisnis berkelanjutan (Suprodjo:2001). Persoalan tentang kesenjangan
ekonomi akan lebih mudah diatasi jika menempatkan pembangunan pertanian sebagai
penggerak utama pembangunan ekonomi nasional.
Pengenalan
pertanian kepada anak juga perlu, karena nantinya merekalah yang akan
meneruskan para petani Indonesia, sebaiknya jangan memberikan pandangan negatif
terhadap pekerjaan sebagai petani karena bagaimana pun juga karena petanilah
Indonesia mampu berdiri. Intinya, biasakan anak menyatu dengan alam sedini
mungkin.Mahasiswa juga ikut andil dalam membantu pemerintah dalam memberikan
semangat perbaikan khususnya untuk para pemuda agar sejarah buruk tidak kembali
terulang. Memberikan pemahaman dan edukasi agar petani mengerti bagaimana cara
memanfaatkan informasi dan potensi agar petani di Indonesia tidak mudah untuk
di tindas khususnya oleh produk-produk impor. Memberikan sosialisasi dan
penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya sektor pertanian untuk
Indonesia kedepannya khususnya untuk wilayah perkotaan.
6.
Kesimpulan
Kemajuan pertanian di Indonesia
sebenarnya terletak pada pemudanya yang mempunyai semangat cita-cita dalam
mengembangkan sektor pertanian yang potensial. Selain itu mahasiswa telah menjadi
sarjana dalam bidang pertanian diharapkan ikut andil sebagai penggerak dalam
memajukan bidang agraria. Jadi sudah semestinya pandangan tentang petani yang
dinilai tidak mempunyai masa depan yang cerah dihapuskan diganti dengan
pandangan bahwa Indonesia lebih akan jauh lebih maju apabila sektor
pertaniannya lebih diutamakan. Dengan kekompakan dan semangat persatuan,
Indonesia akan mampu mengulang sejarah dengan melakukan swasembadaya beras.
Dengan keseriusan mengoptimalkan potensi Indonesia khususnya dalam bidang
pertanian diharapkan Indonesia mampu bertahan dalam arus globalisasi. Membangun
sektor pertanian yang kuat untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik
merupakan suatu keharusan. Perhatian dari pemerintah untuk para petani dan
penggerak didalamnya agar lebih memaksimalkan aktivitas pertanian , dan
mendukung segala hasil dari olahan bumi sendiri agar Negara Agraris kembali
menjadi julukan bagi Negara Indonesia bukan negara pengimpor beras, walaupun
sejatinya Indonesia masih dapat disebut negara Agraris jika ditinjau secara
geografis dan struktural hanya saja apabila pemerintah lebih mendukung,
pertanian di Indonesia akan lebih maju dan Indonesia layak menyandang
predikatnya sebagai Negara Agraris.
Daftar Pustaka
Harper, Laura
J., Deaton, Bradi J., Driskel, Judy A. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Suhardjo. Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press)
Pusposutardjo,
Suprodjo. 2001. Pengembangan Irigasi:
Usaha Tani Berkelanjutan dan Gerakan Hemat Air. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Reijntjes,
Coen., Haverkort, Bertus., Waters-Bayer, Ann. 1992. Pertanian Masa Depan: Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan dengan
Input Luar Rendah. Y. Sukoco. Yogyakarta: Kanisus
Undang-Undang Dasar 1945 , pasal 33
Fadhlal ,Ilham. “Layakah Indonesia Sebagai Negara
Agraris”. Di akses di http://www.jetis.org/2013/04/layakkah-indonesia-sebagai-negara.html . Pada
22 Oktober 2013
Kertapati, Didit Tri. 2008. Permasalahan Tanah di Indonesia mencapai 7491 Kasus. detikNews. Diakses di http://news.detik.com/read/2008/11/28/174055/1044869/10/permasalahan-tanah-di-indonesia-mencapai-7491-kasus . Pada 22 Oktober 2013
Radiya Firman. 2010. Potret Buram Pertanian Indonesia. DetikNews. Diakses di http://news.detik.com/read/2010/10/21/175644/1471628/471/potret-buram-pertanian-indonesia . Pada 21 Oktober 2013
REP. 2012 . masih layakkah kita disebut negara agraris . kompasiana . diakses di http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2012/09/05/masih-layakkah-kita-disebut-negara-agraris.html. Pada 22 oktober 2013
Riyono. 2011. “Impor Beras, Beras politik atau Politik Beras”. detikNews. Diakses di http://news.detik.com/read/2011/07/22/075939/1686683/103/2/impor-beras-politik-beras-atau-beras-politik . Pada 25 oktober 2013
Sulistyo, Atur Toto . 2008 . “Inilah Wajah
Indonesiaku”. detikNews. Diakses di http://news.detik.com/read/2008/03/27/065002/913974/471/4/inilah-wajah-indonesiaku . Pada
21 oktober 2013
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar